Koperasi Multipihak Sebagai Alat Penyeimbang Dalam Perjuangan Kelas Bawah

Mario D Putra Lesmana, S.S, M.Pd
Widyaiswara – UPT Pelatihan Koperasi dan UKM Prov.Jawa Timur

Pada zaman dahulu, hanya dikenal dua jenis kelas yakni kaum bawah sebagai kelas proletar dan kaum bangsawan sebagai kaum borjuis. Karl Marx sebagai seorang ekonom berhaluan kiri memiliki pandangan bahwa perdamaian antara kaum proletar dengan kelas borjuis tidak akan pernah terjadi karena mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Konflik antara keduanya tidak akan pernah berakhir sampai salah satu dari mereka hancur.

Akan tetapi, tidak disangka bahwa Robert Owen, seorang pengusaha kapas berhasil mematahkan pandangan Marx. Padahal yang ingin dilakukam beliau adalah mensejahterakan karyawannya sendiri dengan membangun koperasi. Robert Owen percaya bahwa koperasi yang pada intinya kerjasama adalah merupakan sebuah gerakan sosial ekonomi. Berdasarkan prinsip sosial ekonomi ini, Owen mengorganisir gerakan yang disebut Harmoni Baru (New Harmony) untuk menyokong serikat pekerja yang berkembang di Inggris dan Skotlandia pada saat itu.

Perjuangan rakyat kelas bawah di era revolusi industri

Usaha yang dilakukan oleh Robert Owen menjadi sebuah bukti bahwa konflik kepentingan bisa diselesaikan melalui kerjasama. Dalam penjelasan yang lebih, salah satu kunci dan  hal yang paling krusial untuk menyelaraskan kesejahteraan investor dengan kesejahteraan pekerja untuk melakukan peningkatan perekonomian seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali kelasnya.

Pada saat sekarang ini terdapat berbagai macam koperasi yang menjadikan koperasi terpecah dalam focus dan tujuannya. Karena menjadi begitu terpecah-pecah dalam segala jenis dan bentuknya, akibatnyamenjadikan koperasi begitu eksklusif. Seharusnya, hakikat dari jatidiri koperasi adalah memfasilitasi berbagai kepentingan bermacam anggotanya dan melayani banyak pihak terkait. Daripada  itu, sangat sulit bagi setiap kelompok atau komunitas untuk bekerja secara mandiri di tengah berbagai tantangan di era digital yang semakin rumit.

Salah satu inovator koperasi di Indonesia yang memperkenalkan istilah koperasi multi-hak yakni bapak Firdaus Putra, menjelaskan bahwa tata kelola koperasi dalam organisasi yang sama semestinya dilakukan oleh dua atau lebih pihak yang berkepentingan. Koperasi multipihak sebagai sebuah gagasan baru ini melibatkan lintas sektor yang diawali dari berbagai pihak yang terlibat seperti konsumen, produsen, pekerja, relawan hingga masyarakat umum yang tidak dipisahkan berdasarkan jenis koperasinya tapi menjadi satu dalam koperasi multipihak.

Bapak Firdaus Putra menjelaskan lebih lanjut lagi bahwa pengelolaan dan adopsi koperasi multipihak diatur secara proporsional, bukan berdasarkan jumlah basis anggota, tetapi berdasarkan basis kelompok. Dengan demikian, bisa diambil kesimpulan bahwa koperasi multi-pihak tidak hanya selesai dalam ranah partisipasi individu, tetapi secara prinsip lebih progresif tentang bagaimana kolektif direpresentasikan.

Dalam koperasi multi-pihak, salah satu fungsi yang terpenting adalah distribusi surplus kolektif. Hal ini berbeda dengan fungsi patronase koperasi tradisional, dimana individu yang membeli lebih banyak atau produsen yang menjual lebih banyak kepada koperasi akan mendapatkan bagian dari setiap surplus sesuai dengan kontribusinya.

Untuk kelompok yang berbeda di koperasi multipihak, partisipasi dan dukungan yang terjadi secara berbeda. Sederhananya, distribusi yang berlimpah lebih sangat bergantung pada apa yang telah disepakati secara consensus tentang kebutuhan dan sumbangan yang berbeda dari masing-masing kelompok, bukan dari individu.

Memang, pada tingkat naratif, koperasi multi-stakeholder terdengar idealis. Tetapi seberapa bagusnya koperasi multipihak pada tingkat secara praktis? Dengan banyak pihak yang memperebutkan bagian dari keuntungan maka konflik dapat dipicu oleh kepentingan entitas yang merasa lebih menyumbang atau konflik antar kelas tidak dapat didamaikan di bawah atap kerja sama yang sama dalam nama koperasi.

Kesimpulannya, sangat memungkinkan jika pada akhirnya koperasi multi-pihak akan menjadi dominasi oleh satu atau dua kelompok yang besar, ataupun menjadi rusak karena mementingkan kepentingannya sendiri.

Pertikaian internal dalam koperasi multi-pihak memang sangat postensial hingga perlu dicari bagaimana cara mengurangi risikonya. Apakah perlu dibuat peraturan secara khusus ataukah dengan secara kekeluargaan sudah dianggap dengan cukup. Sejujurnya, merintis koperasi multi-pihak bukanlah sesuatu hal yang bisa dianggap mudah , akan tetapi tetap pantas untuk terus maju mengingat hasil akhirnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.