Pentingnya Jatidiri Koperasi dengan Belajar dari Kebangkitan dan Jatuhnya Perekonomian Venezuela

Mario D Putralesmana, S.S, M.Pd
Widyaiswara – UPT Pelatihan Koperasi dan UKM Prov Jawa Timur

Tahun 1989, ketika Venezuela berada di bawah kepemimpinan Carlos Andres Perez, program ekonomi neoliberal menjadi basis utama kebijakan pemerintahannya. Program-program seperti pencabutan subsidi publik, liberalisasi ekonomi, privatisasi BUMN, dan deregulasi mulai dijalankan. Sebagai akibatnya, program neoliberal Perez pun menuai dampak krisis sosial-ekonomi baru. Gross Domestic Product (GDP) Venezuela mengalami kontraksi sebesar 8,6 persen, dan kemiskinan meningkat 66,5 persen dari tahun sebelumnya. Gejolak sosial pun tak terhindarkan. Kondisi ini menjadi stimulus bangkitnya perlawanan rakyat Venezuela.

Negara sosialis Venezuela kemudian dipimpin oleh Hugo Chavez yang berkomitmen dalam membantu menyejahterakan para petani lokalnya. Satu kebijakan yang menarik di antaranya dengan memanfaatkan koperasi sebagai ujung tombak perekonomian rakyat. Venezuela pada waktu itu menjalankan revolusi yang mana menariknya, dalam kerangka revolusi di lapangan ekonomi, Chavez telah menekankan koperasi sebagai salah satu alatnya. Bagi Venezuela, salah satu aspek revolusi adalah demokrasi ekonomi. Dan, salah satu wujud demokrasi ekonomi ini adalah pemilikan alat-alat produksi di tangan rakyat. Koperasi merupakan salah satu alat yang dipilih.

Sebelum Chavez berkuasa di tahun 1998, jumlah koperasi di Venezuela hanya 762 unit. Sebagian besar koperasi dilibas oleh kebijakan neoliberal di bawah pemerintahan Carlos Andres Perez. Ia menjadi Presiden Venezuela selama dua periode: 1974-1979 dan 1989-1993. Dalam dua dekade di bawah rezim neoliberal, PDB Venezuela meluncur bebas ke bawah. Kesenjangan sosial melebar. Hampir 80% penduduk hidup dalam kemiskinan dan separuh angkatan kerja terlempar ke sektor informal.

Tahun 2001, Chavez mulai meluncurkan program koperasi. Ia mengeluarkan UU khusus soal koperasi yang ditulis oleh para pakar koperasi, dimana koperasi diletakkan sebagai alat inklusi sosial, menetapkan jumlah minimum anggota sebanyak 5 orang dan mengharuskan pemerintah memilih koperasi untuk dikontrak. Lalu, pemerintah mulai menggelontorkan pinjaman tanpa bunga dan menghapus pajak untuk koperasi.  

Berkat UU itu, koperasi langsung tumbuh di Venezuela: hampir 1000-an koperasi pada tahun 2001, dan kemudian meningkat menjadi 2000-an tahun berikut. Lalu, pada tahun 2003, koperasi Venezuela sudah berjumlah 8000-an. Koperasi langsung tumbuh dengan pesat di Venezuela. Pada tahun 2008, jumlah koperasi di Venezuela sudah mencapai 62,879, yang menghimpun 873,000 anggota. Ini dianggap yang terbesar di Amerika Latin.

Meski demikian, seperti diakui SUNACOOP (lembaga pengawas koperasi), proyek koperasi di Venezuela masih terbelit banyak hambatan, seperti kurangnya pemahaman soal nilai-nilai ideologis jatidiri koperasi, profesionalisme kemampuan administrasi, pengambilan keputusan yang tidak demokratis, dan lain-lain.

Venezuela kini mengalami banyak persoalan ekonomi,  menghadapi gejolak politik dan sosial, dan jaraknya sangat dekat dengan keruntuhan ekonomi. Sejumlah peringatan darurat dari pemerintah pun sudah berulang kali dinyatakan. Meskipun merupakan negara kaya minyak, Venezuela saat ini tengah menghadapi krisis dan salah satu penyebabnya adalah kegagalan koperasi dalam mengimplementasikan jatidiri koperasi. Hasilnya, Chavez mewariskan bangsa yang terancam mengalami keruntuhan infrastruktur, pengeluaran publik tidak berkelanjutan dan kinerja industri yang tidak perform.

Apabila dibandingkan dengan Indonesia yang mana sejak awal berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia, para pendiri bangsa sesungguhnya telah meletakkan dasar perekonomian Negara sebagai upaya untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya. Seperti tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1, dimana perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Meski di dunia, sejarah koperasi telah berlangsung cukup lama, namun di Indonesia tonggak tonggak berdirinya koperasi dimulai pada 12 juli 1947 dimana saat itu diadakan kongres koperasi yang pertama, dilangsungkan di tasikmalaya, sehingga tanggal tersebut di tetapkan hari koperasi Indonesia. Kini koperasi terus berkembang menjadi roda penggerak perekonomian warga di berbagai bidang.

Adanya campur tangan pemerintah Indonesia dalam pembinaan dan pengembangan koperasi di Indonesia membuatnya mirip dengan konsep sosialis. Perbedaannya adalah, tujuan koperasi dalam konsep sosialis adalah untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif, sedangkan koperasi di negara berkembang seperti Indonesia, tujuannya adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya. Koperasi di Indonesia sebagai Negara Berkembang memang terlihat  dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya. Campur tangan ini dimaksudkan karena masyarakat dengan kemampuan sumber daya manusia dan modalnya terbatas dibiarkan untuk berinisiatif sendiri membentuk koperasi, maka koperasi tidak akan pernah tumbuh dan berkembang. Sehingga, pengembangan koperasi di negara berkembang seperti di Indonesia dengan top down approach pada awal pembangunannya dapat diterima, sepanjang polanya selalu disesuaikan dengan perkembangan pembangunan di negara tersebut. Penerapan pola top down harus diubah secara bertahap menjadi bottom up approach. Hal ini dimaksudkan agar para anggota gerakan koperasi benar-benar memahami secara ideologis apa itu jatidiri koperasi, jadi rasa memiliki terhadap koperasi oleh anggota semakin tumbuh, sehingga para anggotanya akan secara sukarela berpartisipasi aktif. Apabila hal seperti tersebut dapat dikembangkan, maka koperasi yang benar-benar mengakar dari bawah akan tercipta, tumbuh, dan berkembang.

Leave a Reply

Your email address will not be published.